Galwa Pertanyakan Nasib Lumba - Lumba Sirkus


KUDUS – Pentas lumba-lumba yang bakal digelar di kawasan GOR Wergu Kudus, menuai protes. Gerakan Lestari Satwa (GaLWa) Kudus menginginkan penghentian sirkus tersebut, karena menilai tidak ada unsur pendidikannya sama sekali.
Pertunjukan lumba-lumba tersebut, dinilai hanya mengeksploitasi hewan tersebut. Termasuk menyengsarakan lumba-lumba, yang seharusnya tidak hidup di lingkungan yang bukan habitatnya.
”Masyarakat hanya disuguhi pertunjukan ketangkasan lumba-lumba, yang sesungguhnya bukan menjadi kebiasaan lumba-lumba di habitat aslinya. Lumba-lumba di habitat aslinya tidak demikian,” kata Koordinator GaLWa Slamet ”Mamik” Machmudi, saat aksi penolakan sirkus lumba-lumba di depan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus, Rabu (8/4) kemarin.
Mamik mempertanyakan konsistensi pemerintah dalam melegalkan sirkus lumba-lumba keliling. Sebab sejak Januari 2013 lalu, Kementerian Kehutanan secara tegas melarang pementasan sirkus lumba-lumba di Indonesia. Dan sirkus lumba-lumba ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.
Dikatakannya, masyarakat dunia telah menentang sirkus lumba-lumba. Semata-mata di balik ketangkasan lumba-lumba yang ditampilkan, terdapat perilaku eksploitatif, bahkan penyiksaan terhadap satwa liar tersebut. Jika sirkus lumba-lumba itu menarik dan menghibur, maka sesungguhnya masyarakat sedang menyaksikan lumba-lumba dalam tekanan dan diambang kematian.
Sirkus lumba-lumba, menurut Mamik, banyak ditentang karena fakta adanya eksploitasi dan kekejaman terhadap satwa. Oleh karenanya, pemahaman pemerintah daerah beserta masyarakat tentang konservasi satwa, layak diluruskan. ”GaLWa mendesak Disbudpar Kudus agar teknologi informasi dimanfaatkan untuk mengetahui berbagai aturan yang ada. Sehingga hanya pertunjukan dan hiburan yang pantas serta mendidik saja yang diberikan izin,” tegasnya.
Menurut dia, Disbudpar telah lalai menghadirkan hiburan yang edukatif. Dinas diduga hanya membabi-buta mengejar nominal rupiah dalam sewa lahan sebagai tempat pertunjukan sirkus lumba-lumba. 
Sama halnya dengan topeng monyet yang dilarang, proses mengajak lumba-lumba beraksi juga dengan kekerasan. Sehingga membuat binatang yang sudah langka tersebut, terpaksa melakukan keinginan majikannya.
”Kami meminta dinas membatalkan izin pertunjukan, dan mengembalikan uang sewa lahan kepada yang penyelenggara sirkus lumba-lumba. Di sejumlah daerah, sirkus lumba-lumba banyak ditentang karena terdapat fakta eksploitasi terhadap satwa. Jangan sampai Kudus dan masyarakatnya menjadi bagian dari perilaku eksploitasi dan penyiksaan terhadap satwa lumba-lumba,” jelasnya. 
Aksi kemarin berlangsung dengan damai. Selain membawa poster, peserta aksi juga membawa balon berbentuk lumba-lumba. Mereka kemudian berorasi satu persatu, untuk menyuarakan penolakannya terhadap sirkus lumba-lumba yang sebentar lagi akan dilakukan tersebut.
Namun, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah Suharman, pernah menyampaikan bahwa tidak ada yang salah dengan pertunjukan lumba-lumba yang digelar keliling di berbagai kota tersebut. 
”Mereka (pengelola, red) memang sudah mendapatkan izin konservasi lumba-lumba. Selama kemudian aturan dan syarat yang ada dipatuhi, tidak ada yang dilanggar dari pertunjukan tersebut,” terangnya saat dikonfirmasi pada evakuasi orang utan di kawasan Kecamatan Jati, belum lama ini.
Suharman mengatakan, proses konservasi memang berupaya untuk menguak lebih banyak lagi mengenai keberadaan hewan lumba-lumba itu sendiri. Sehingga kemudian ilmu pengetahuan baru akan didapatkan. ”Kemudian kalau dijadikan pertunjukan, itu juga sebagai bagian dari memperlihatkan kepada masyarakat bahwa konservasi yang dilakukan memang sudah berhasil dan berjalan dengan baik,” paparnya.
Dikatakan Suharman, pihaknya memahami kenapa banyak yang kemudian memprotes adanya pertunjukan lumba-lumba. Pasalnya, masyarakat masih membandingkannya dengan pertunjukan topeng monyet yang memang kadang tidak manusiawi.
”Tapi sekali lagi saya tekankan, bahwa yang namanya kekerasan terhadap hewan, termasuk lumba-lumba memang dilarang keras. Apalagi disiksa, itu dilarang keras. Makanya, aturan yang melekat pada konservasi sangatlah ketat. Selama tidak ada yang dilanggar, semua diperbolehkan,” imbuhnya. 

Sumber : Muria.news
Share on Google Plus

About KMPP Walisongo

0 komentar: