Salah Satu Gunungan Meron |
kmppsemarang.com - Selasa
(13/12/2016) diadakan kirab budaya tahunan di desa Sukolilo Pati. Kirab ini disebut dengan tradisi meron.
Tradisi ini merupakan acara rutinan setiap tahun bagi
masyarakat Sukolilo sebagai bentuk rasa syukur mereka kepada Allah SWT dan juga
untuk memperingati hari kelahiran Nabi Agung Muhammad Saw, atau dalam bahasa Jawa
dikenal dengan istilah Maulid Nabi.
Meron adalah sebutan
dari sebuah gunungan. Meron ini disusun bertumpuk sepanjang kurang lebih 6
meter. Meron dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi karangan bunga
dan jago. Bagian kedua (gunungan) adalah once yang terbuat dari kepalan nasi,
jika dilihat dari jauh rangkaiannya tampak seperti bunga melati. Bagian ketiga
(Ancak) yang terdiri dari macam-macam makanan 4 sehat 5 sempurna.
Kirab budaya di awali dengan karnaval dari berbagai
sekolahan yang ada di Sukolilo. Acara dilanjutkan dengan kirab Meron yang di mulai pukul 12.00 di
arak keliling desa sampai ke Masjid Agung Sukolilo dan
ditempatkan di sepanjang jalan Sukolilo
yang sudah disediakan. Ketika Meron di arak, di selingi dengan hiburan yang sudah disiapkan oleh panitia. Setelah itu
arak - arakan akan didoakan oleh Sesepuh
Desa Sukolilo untuk selanjuitkan di rebutkan oleh masyarakat yang hadir. Banyak pengunjung yang hadir dari berbagai daerah di Kabupaten Pati. Bahkan ada beberapa yang datang dari luar kota, karena tradisi Meron sendiri sudah menjadi ciri khas pariwisata di Kabupaten Pati daerah Selatan.
Ada beberapa arti dan
makna dari tradisi meron di Sukolilo. Pertama, sebagai bentuk rasa syukur
kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang selama ini telah melimpahkan segala rahmat
dan anugerah selama setahun dengan hasil
pertanian yang melimpah. Rasa syukur ini dalam bahasa Jawa dikenal dengan
istilah “selametan”. Kedua, menyambut hari kelahiran Rasulullah Muhammad Saw.,
sebagai pembawa risalah umat Islam, kelahiran Nabi selalu diperingati oleh
umatnya dari berbagai penjuru dunia, termasuk warga Sukolilo yang berada di
wilayah lereng pegunungan Kendeng ini. Ketiga, untuk melesatrikan tradisi dari
kisah yang pernah berlangsung ketika Pati dan Mataram berseteru. Ketiga arti dan
makna tradisi Meron itulah kemudian para warga Sukolilo hingga kini terus
melestarikan dan mempertahankan sebagai adat istiadat dari generasi ke
generasi.
Sejarah, asal mula
Sejarah dan
asal mula Meron dilatari pada masa pemerintahan Sultan Agung sebagai
penguasa Mataram yang saat itu menyerang Pati ketika dipimpin Adipati Pragola.
Sebagai demang di Sukolilo, Ki Suta Kerta yang memiliki kakek dan leluhur di
Mataram, ia ditugaskan untuk mengabdi di Pati. Sementara itu, saudaranya yang
bernama Sura Kadam memilih untuk mengabdi di Mataram. Saat perang pecah
berlangsung dan Pati berhasil di taklukkan Mataram, Sura Kadam menengok
saudaranya di Sukolilo. Mengetahui prajurit Mataram menuju Sukolilo, Sura Karta
merasa ketakutan karena khawatir dirinya akan ditangkap. Seketika itu,
saudaranya tadi menjelaskan bahwa kedatangannya hanya untuk menjenguk,
silaturahmi, dan ingin beristirahat. Dari sini, Sura Kadam terlibat dalam
perbincangan dan mengusulkan agar warga Sukolilo mengadakan upacara sekaten untuk
memperingati dan menghormati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. sekaligus
menghibur rakyat. Sontak, penduduk menyambutnya dengan riang dan gembira. Dari
sini, tradisi sekaten yang selalu ditandai dengan adanya gunungan yang diarak
disebut dengan meron yang artinya rame dan iron atau tiron yang berarti tiruan.
(Sumber: Sedulur Arum)
0 komentar:
Post a Comment